Selasa, 12 Maret 2013

cerpen melow

Antara Keyakinan dan Harapan

Namaku Rita, aku lulusan salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Barat. Saat ini aku bekerja di daerah Jakarta Selatan. Dari segi karir dan cita-cita, mungkin terbilang baru dan terlalu dini untuk mengatakan puas dengan apa yang telah didapat. Tetapi untuk urusan cinta? Entahlah, mungkin kisah cintaku tak berjalan mulus seperti perjalananku dalam meraih kesuksesan di perguruan tinggi.

Kisah ini dimulai saat aku duduk dibangku SMA kelas 3. Awalnya aku merasa tidak ada yang spesial dari kelas ini, karena sebagian besar teman sekelasku telah aku kenali sejak kelas 1 dan 2. Perkenalan dengan teman-teman baru tidak berlangsung lama karena bell berbunyi. Aku lihat jam menunjukan pukul 07:00. Tidak berselang lama setelah bell berbunyi, aku melihat ke arah pintu dan ada seorang siswa masuk ke kelas.
Sosok siswa yang bersih, putih dan cukup manis. Aku melihat dia berjalan untuk mencari bangku yang masih kosong. Dan tak lama kemudian dia berjalan ke arah barisan tempat aku duduk, dan duduk tepat 2 bangku di belakangku.

Aku bertanya-tanya dalam hati, “siapa dia dan mengapa dia berhasil menarik perhatianku?”
Beberapa hari kemudian aku perhatikan dia belum berani mengajakku berkenalan, lalu ku bertanya kepada sahabatku Ria.

“Ri, lo udah kenalan sama dia?” tanyaku penasaran.
“Dia siapa?” tanya Ria.
“Itu yang duduk sama Hasan” jawabku.
“Ooo..itu yang lu maksud, namanya Tian dari kelas XI IPS 1.” Jawab Ria.
“kenapa? Jangan-jangan lo suka ya..? hayoo ngaku..” tanya Ria sedikit memojokan.
“eemmmh..ga ko cuma penasaran aja, abis dari kemaren belom kenalan.” Jawabku.

Setelah seminggu aku perhatikan, sepertinya dia malu untuk menegur dan berkenalan dengan ku. Ku lihat dia selalu menjaga pandangan dari suatu hal yang bukan haknya, sosok yang taat dalam beribadah, semua hal yang membuat aku semakin menyukainya.
“apakah ini yang menjadi alasan dan jawaban akan ketertarikan hati dan perhatianku terhadapnya?”
“apakah ia memang sengaja dikirim oleh Allah SWT untukku di saat aku sedang ingin melupakan seseorang, yang selalu membuat hari-hariku membosankan.” hatiku terus bertanya-tanya dan menerka-nerka.

Awal aku mengenalnya karena aku meminta nomer Hp Tian dari sahabatnya yang bernama Lia, lalu aku memberanikan diri untuk mengirim sms lebih dahulu.

Rita: Assalamu’alaikum boleh kenalan?
Tian: wa’alaikumsalamboleh, tapi maaf ini siapa y?
Rita: aku Rita teman sekelas kamu, tepatnya duduk 2 kursi di depan kamu.
Tian: oooo... ya aku inget. Oh iya nama aku Tian, maaf belum berkenalan secara langsung.
Rita: kenapa kok ga pernah secara langsung? Malu ya? Coz yang aku denger dari yang lain, katanya kamu pemalu.
Sejak percakapan sms tersebut terus berlanjut dan tak jarang kami suka bertukar cerita, dan terkadang saling bergantian menelpon. Dia memang menyenangkan, penuh perhatian dan mampu menjadi teman diskusi tentang agama.

Entahlah, aku tidak tahu kapan cinta itu hadir dalam hatiku dan aku juga tak mengerti mengapa cinta itu datang begitu cepat. Dan yang lebih aku tak mengerti mengapa aku harus mencintainya, padahal kita baru saja bertemu namun dia mampu menghapuskan kebosanan dan bayang-bayang masa lalu.
“apakah dia merasa hal yang sama dengan apa yang kurasa?”
“Entahlah, aku tak tahu”

Hubunganku dengan  tak pasti, bertemankah atau berpacarankah, aku tak tau. Yang jelas, aku merasa nyaman dengannya.. mendengar suaranya, mendengar tawanya, melihatnya senyumnya dan diamnya yang begitu banyak mengandung arti.

Tepat pada 5 september 2008 (sebulan setelah ku memulai komunikasi dengannya), dia menyatakan perasaan cinta kepadaku. Aku malu dan sedikit tak percaya bahwa dia memiliki perasaan yang sama. Aku sempat ragu apakah aku akan menerimanya atau tidak, karena di agama pacaran itu tidak ada, yang ada hanyalah ta’aruf. Aku sempat bimbang, tapi entah aku pun tak merasa ragu tuk menerimanya sebagai pacar. dia selalu menjalani kehidupannya dengan santai, seolah dia tidak pernah merencanakan hidupnya esok akan bagaimana, dia biarkan hidupnya mengalir. Tapi itulah yang ku suka, tapi hal itu pula yang pada akhirnya membuat aku benci.

Waktu terus berlalu, sebentar lagi kami menghadapi Ujian Nasional. Tak terasa sudah beberapa bulan aku bersamanya penuh dengan kebahagiaan. Namun ketakutan dan keteganganku akan kegagalan dalam menghadapi ujian tersebut membuatku semakin terpacu untuk mempersiapkannya, tapi di sisi lain aku takut membuat Tian kecewa karena jarang bisa bersamanya. Lalu aku memutuskan untuk memberi Tian pengertian agar sama-sama memfokuskan ujian terlebih dahulu daripada perasaan ini.

Akhir bulan Maret, sepulang sekolah aku berjalan bersamanya untuk membicarakan sesuatu.
Aku berkata, “Tian, sebentar lagi kita akan menghadapi ujiankan..”
“ya..memang..” jawabnya.
“maksud aku, bagaimana kalau kita mempersiapkannya dengan baik agar sukses UN” tegasku.
“oooo...masalah itu, ya tentu..bahkan harus demi kesuksesan dan masa depan yang kita harapkan.” Ungkapnya.
aku tersenyum melihat semangatnya. Dan aku bertanya, “tapi maaf ya jika aku jarang atau bahkan tidak memperhatikan kamu natinya..apa kamu keberatan?”
“Kalau itu demi konsentrasi dan kebaikan kamu, ya aku ga akan keberatan.” Jawabnya.
Perasaan ku terhadapnya semakin besar mengetahui dia sangat mendukung apa yang aku inginkan. Lalu kami pun berpisah hari itu.

Aku pun terus sibuk belajar dan mempersiapkan segalanya demi kesuksesan serta mampu membanggakan kedua orang tua. Yang membuatku semakin bersemangat adalah suport yang terus diberikan oleh Tian, walaupun aku tidak pernah membalasnya. Sampai pada akhirnya nomor ponselku bermasalah dan aku malas mengurusnya karena fokus Ujian Nasional dan SNMPTN.

Tak terasa aku sudah melewati masa-masa menegangkan Ujian Nasional, serta mendapatkan hasil yang memuaskan. Lalu aku memfokuskan diri untuk persiapan SNMPTN. Keluarga terus memberikan motivasi dan semangat untuk kesuksesan aku. Aku pun di terima di perguruan tinggi negeri di Jawa barat. Aku pun terus fokus terhadap pendidikan yang aku dapat dan meraih hasil IPK yang memuaskan.
Meskipun di kampus ini banyak mahasiswa yang mencoba mendekati ku, aku tetap fokus terhadap pendidikan. Tetapi entah mengapa ku kembali teringat dengan Tian saat berdiskusi dengan sahabat-sahabat rohis mengenai menjaga silaturahim. Di saat itu aku merasa bersalah karena tiba-tiba menghilang darinya tanpa kabar sedikitpun.
Tepat di saat hari ulang tahunnya pada bulan September aku kembali menghubunginya untuk memperbaiki keadaan sebelumnya. Aku merasakan sepertinya ada sesuatu yang masih mengganjal antara aku dengannya. Dengan menggunakan nomor hp baru aku sms dia.
Rita: selamet ulang tahun ya.. :)
Tian: ya makasih ucapannya... maaf ini nomer siapa y?
Rita: dasar tomat..masa ci kamu ga tau ini siapa?
Tian: oooo... ya aku inget. Rita kan? Coz seinget aku ya cuma kamu yang manggil kaya gitu.
Betapa senang dan gembiranya aku ketika Tian kembali menyambutku dengan hangat seperti biasanya. Tidak ada tampak marah karena aku yang menghilang tanpa kabar. Dan yang lebih membahagiakan yaitu Tian mengingat segalanya kenangan diantara kita.
Rita: apa kabar? Kok kamu ga pernah hubungin aku ci?
Tian: baik..sendirinya gimana? Hubungin kamu lewat apa? Berkali-kali sms ga kekirim & ditelpon ga aktif. Trus juga FB nonaktif. Aku kira semua sudah berakhir, karna kamu menghilang gitu aja tanpa alasan dan kejelasan. Dan parahnya bertahun-tahun tanpa kabar.
aku bingung harus bilang apa ke Tian atas ke khilafanku yang begitu saja pergi tanpa memberi kabar. Aku merasa sedih mengetahuinya sangat kehilangan tanpa kabar. Terlebih lagi usahanya untuk melakukan komunikasi denganku tetapi selalu gagal. Lalu aku menelponnya, walaupun dengan suasana sedih.
Rita: “ya maaf, aku...aku yang salah coz nomer rusak. Dan saat ini aku kembali coz aku merasa diantara kita masih ada sesuatu yang mengganjal.”
Tian: “ya gpp...apa yang buat kamu tuk kembali berkomunikasi denganku?”
Rita: “kayanya kamu tau semua apa alasan aku, kan kamu selalu tau apa yang aku pikirkan. Tian: “ya pasti karena sesama muslim harus selalu menjaga tali silaturahim. Dan itu pasti kamu dengar saat perkumpulan remaja di masjid?”
Rita: “ya... kamu selalu tau apa yang aku pikirkan. Tapi ada satu lagi yang menjadi alasan.” Tian: “ya tapi aku malas membahasnya.”
Sepertinya Tian tahu betul apa yang aku pikirkan, dan dia terlalu kecewa dengan apa yang aku lakukan selama ini. Dan telpon saat itu pun terputus. Aku sangat sedih. Dan aku menghabiskan malam dengan di temani oleh suara radio yang memutarkan lagu lirih yang pernah dinyanyikan Alm. Chrisye. Dan tanpa ku sadari, air mata membasahi pipi ini.
Kini tlah ku sadari
Dirimu tlah jauh dari sisi
Ku tahu tak mungkin kembali ku raih
Semua hanya mimpi
Ingin ku coba lagi
Mengulang yang telah terjadi
Tetapi semua sudah tak berarti
Kau telah pergi

Adakah kau mengerti kasih
Rindu hati ini tanpa kau di sisi
Mungkinkah kau percaya kasih
Bahwa diri ini ingin memiliki lagi

Ku sadari kembali
Ternyata semua hanya lirih
Kini ku tahu tak mungkin ada waktu
Untuk mencintaimu lagi
 

Setelah berbincang di telpon malam itu, aku selalu memikirkannya. Di hati dan pikiranku hanya ada Tian dan tak akan pernah bisa terganti. Aku tau dia sangat kecewa karena apa yang telah kulakukan. Entah mengapa aku sangat rindu padanya. Hingga aku selalu ingin tau akan keadaannya.
Beberapa minggu berselang namun dia tak ada kabar. Membuat hatiku sangat cemas. Aku mencoba mengirim pesan kepadanya namun tak ada balasan. aku mencoba tuk melihat akun FBnya. Namun hasilnya nihil, tidak ada aktivitas terbaru. Aku mencoba menemukan akun twitternya. Dan sangat mengejutkan melihat Tian memanggil sayang pada wanita bernama Wulan dan sebaliknya wanita itu juga memanggil sayang kepada Tian. Dan aku melihat foto mereka sedang berdua yang begitu romantis. Dengan sekejap hati ini hancur, ku tak sanggup melihat ini. Mengapa aku harus melihat ini semua? Rasanya aku ingin marah tapi aku tak tau harus marah kesiapa? Aku sadar bahwa aku dengannya tak memiliki kejelasan. Dan aku akan berusaha tuk bertahan, karena jodoh itu di tangan Allah SWT dan takkan ada yang mampu merubahnya.

Selama berbulan-bulan aku terus berusaha menghubungi Tian walau sekedar mengingatkannya mengenai ibadah yang dahulu selalu dilakukannya, ataupun hanya menanyakan kabar. Tetapi hanya kekecewaan yang ku dapat rasakan karena selalu tak ada balasan darinya. Semua terasa menjadi lebih rumit ketika kerinduan, kecemasan dan dilema bercampur menjadi satu.

Sekarang aku mengerti akan perasaan yang selama ini Tian rasakan. Kekecewaan, kecemasan dan kerinduan bercampur namun semua menjadi tak berarti ketika orang yang dirindukan tak memperdulikannya sama sekali. Tanpa ku sadari air matapun mengalir membasahi pipi ini. Aku tau aku memang sangat bersalah, tapi apakah aku sudah tidak memiliki kesempatan lagi tuk memperbaiki keadaan yang sudah sangat rumit ini!?

Keesokan harinya, sempat ku lihat dia kembali menulis di catatan facebook setelah lama tidak melakukan aktivitas apapun di akunnya. yang mengutip dari novel Before us, “Kau adalah tamu tak diundang. Datang tanpa pemberitahuan, memaksa masuk ke ruang hati setelah bertahun-tahun tanpa kabar. Aku merindukanmu, tulismu di e-mail terakhir. Bahkan setelah tahu aku bersamanya pun, masih saja kau lancang mengulangi hal yang sama.
Kau tahu, aku tak bisa lolos dengan mudah dari jerat-jerat cerita kita yang tak pernah benar-benar selesai. Kau bilang tak perlu ada yang berubah—tapi kenapa aku merasa semakin jauh dengan dirinya, terseret arus yang membawaku ke pelukanmu?
Kau harus pergi, begitu inginku. Tapi suaraku terlalu gemetar dan terlalu takut untuk terdengar tegas di hadapanmu. Bagaimana aku bisa sampai ada di situasi ini, terperangkap perasaanku sendiri?”

Membaca apa yang telah di tulisnya membuat air mataku kembali membasahi pipi. Aku tak percaya akibat aku menghilang tanpa kabar dan kemudian kembali lagi disaat keadaan yang sudah tak seperti dulu, membuat semuanya menjadi seperti ini. Dalam tangis aku memohon, ”Ya Allah, ampuni aku karena aku telah menyakiti orang yang aku sayangi..aku tau ini adalah hukuman yang pantas aku terima, tapi aku mohon agar dia mau membuka hati untuk kembali berkomunikasi denganku lagi. amin..”
Lalu aku kembali mencoba menghubunginya. Mungkin sms tak dibalas tapi aku yakin sms itu dibaca oleh Tian. Lalu aku mengirimkan lirik lagu Audy dengan judul “kuterimakan”.

Dimana dirimu

ingatkah padaku
ku selalu di sini
meniti bayangan

kuterimakan keadaanku
mencintaimu tanpa mampu memiliki
kau yang terindah
mengisi aku di sendiriku
seperti tinta biru
yang takkan terhapus di hatiku

tersadarkan aku

ku tak mampu berpaling
ku selalu di sini
meniti bayangan

tak mungkin kuhindari

cinta hanya untukmu
meski ada yang lain
yang lain disampingmu


Sangat mengejutkan ketika sms aku dibalas olehnya. Karena aku sudah berpasrah dan tidak berharap terlalu banyak untuk ditanggapi oleh Tian.

Tian: maksudnya apa itu? Lirik lagu? Lagu siapa?
Rita: Cuma ngasih tau aja klo lagu ‘Audy-kuterimakan’ itu yang mewakili aku dan kondisiku saat ini.
Tian: oooo..cinta hanya untukku? Apakah dengan menghilang tanpa kabar itu berarti cinta? Dan kembali datang disaat aku telah mencoba mengubur luka lama & membuka hati untuk yang lain.
Rita: maafkan aku karena melakukan hal yang bodoh. Sekarang aku mengerti akan perasaan yang selama ini kamu rasakan. Kekecewaan, kecemasan dan kerinduan bercampur namun semua menjadi tak berarti ketika orang yang dirindukan tak memperdulikannya sama sekali..
Tian: oo..baguslah sudah memahaminya.  

SMS yang sangat membuatku sedih dan menangis karena keras kepalanya Tian yang sepertinya  tak memaafkan aku. Tapi setelah dia mengirim sms terakhir yang berisi lirik lagu membuat aku yakin bahwa dia telah memaafkan aku.

Andai aku bisa …
Memutar kembali
Waktu yang telah berjalan
Tuk kembali bersama di dirimu selamanya…

Bukan maksud aku membawa dirimu
Masuk terlalu jauh

Ke dalam kisah cinta
Yang tak mungkin terjadi..

Dan aku tak punya hati
Untuk menyakiti dirimu
Dan aku tak punya hati tuk mencintai
Dirimu yang selalu mencintai diriku
Walau kau tahu diriku masih bersamanya …

Walaupun kau tahu
kau tahu diriku
Masih bersamanya …

Membaca dan memahami makna lirik tersebut membuat aku menyadari perasaan kian tak menentu. Aku merasa bersalah. Di satu sisi, kerinduanku terhadap Tian sangatlah dalam. Andai waktu itu aku tidak meninggalkannya, pasti takkan seperti ini. Andai aku bisa memutar kembali waktu yang tlah berjalan, ingin aku untuk selalu bersama dan bahagia bersama. Namun di sisi lain, Aku juga tak kuasa menghancurkan kebahagiaannya dengan Wulan, pasangannya saat ini. Ingin ku menggapainya, tetapi begitu banyak penghalang yang memberikan jarak. Kini aku harus rela ditinggalkan dan dibingkai hanya dalam sebuah kenangan

Aku percaya dengan apa yang digariskan oleh Allah adalah yang terbaik, dan Allah juga sudah menentukan manusia hidup berpasang-pasangan. Aku yakin jika memang berjodoh dengannya, maka dia akan kembali kepadaku. Tapi untuk saat ini, masih bolehkah aku merindukanmu meskipun kini kau telah bersamanya?



Dwi septiandika/25209336/4eb07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar